Friday, November 30, 2012

all about PSIKOSOMATIK

Yang Perlu Anda Ketahui Mengenai Gangguan Psikosomatik

http://majalahkesehatan.com/yang-perlu-anda-ketahui-mengenai-gangguan-psikosomatik/




Gangguan psikosomatik adalah salah satu gangguan jiwa yang paling umum ditemukan dalam praktek umum. Istilah ini terutama digunakan untuk penyakit fisik yang disebabkan atau diperburuk oleh faktor kejiwaan/ psikologis.
Beberapa penyakit fisik dianggap sangat rentan diperburuk oleh faktor mental seperti stres dan kecemasan, di antaranya: gangguan kulit, muscoskeletal (otot, sendi dan saraf),  pernafasan, jantung, kemih, kelenjar, mata dan saraf.
Beberapa orang juga menggunakan istilah gangguan psikosomatik ketika faktor kejiwaan menyebabkan gejala fisik, tetapi penyakit fisiknya sendiri tidak ada (tidak dapat dijelaskan secara medis).
Keterkaitan badan dan pikiran
Salah satu penjelasan psikosomatik adalah bahwa emosi negatif mempengaruhi sistem otonom tubuh, hormon dan kekebalan terhadap beberapa penyakit. Depresi, kemarahan, dan isolasi sosial berkontribusi terhadap penyakit jantung. Stres di sisi lain, mempengaruhi asma, gangguan pencernaan dan banyak penyakit fisik lainnya.
Penelitian terbaru terus mengkonfirmasi peran faktor-faktor psikologis dalam penyakit jantung. John Hopkins University telah menemukan bahwa mahasiswa kedokteran yang mengungkapkan atau menyembunyikan kemarahan mereka, mudah marah, dan menggerutu tiga kali lebih mungkin untuk mengembangkan penyakit jantung awal dan lima kali lebih berpeluang untuk mendapat serangan jantung dibandingkan teman sekelas mereka yang lebih tenang.
Dalam praktek, para dokter semakin mengakui adanya keterkaitan antara faktor-faktor psikologis dengan penyakit fisik. Kenyataannya, diperkirakan sekitar 30% keluhan fisik yang ditangani dokter di ruang praktek terkait dengan masalah psikologis. Banyak dokter kini berusaha memahami masalah pasien secara keseluruhan. Hal ini berarti mempertimbangkan baik faktor-faktor fisik maupun mental pasien.
Dengan melakukan hal ini, bukan berarti bahwa dokter meremehkan atau mengabaikan penyakit fisik. Banyak pasien psikosomatik yang merasa bahwa keluhan mereka dianggap remeh oleh dokter. Mereka percaya bahwa dokter menganggap sakitnya hanyalah karena tekanan pikiran. Dokter selalu berusaha untuk mengobati penyakit fisik dengan perawatan medis yang sesuai bila diperlukan. Tapi dia juga perlu memahami lebih lanjut apa yang menyebabkan penyakit itu. Hal ini pada gilirannya akan membantu memahami penyakitnya lebih baik. Kadang-kadang, pasien merasa lebih sehat hanya karena keluhan-keluhannya didengarkan oleh dokter.
Pasien yang diberi kesempatan untuk berbicara tentang perasaan dan emosinya juga lebih memahami diri dan penyakit mereka. Mereka bisa mengetahui bahwa langkah-langkah untuk mengelola stres dapat membantu menghilangkan keluhan fisik yang dirasakan.

Gangguan Psikosomatik, Merasa Sakit Tapi Ternyata Masalah Jiwa

http://health.detik.com/read/2011/10/17/144501/1745809/775/gangguan-psikosomatik-merasa-sakit-tapi-ternyata-masalah-jiwa


Jakarta, Anthony eksekutif muda berusia 34 tahun itu sudah hampir satu tahun merasakan keluhan penyakit yang sering berpindah-pindah. Dia mengeluh merasa pegal-pegal, badannya terasa tidak enak, perut terasa penuh dan mual serta sering merasa seperti keluar keringat dingin. Anthony juga sering merasa dadanya sesak bila bernapas.

Anthony bercerita bahwa ia pernah berobat di bagian penyakit dalam dan telah dilakukan beberapa tes bahkan sampai melakukan CT-Scan dan MRI namun dinyatakan hasilnya semua dalam batas normal. 

Anthony tentunya tidak percaya hal tersebut karena dia merasa ada yang tidak beres dengan dirinya. Teman-temannya mengatakan mungkin dia stres dengan pekerjaan, tapi Anthony selalu menyangkal hal itu.

Oleh sejawat dokter ahli penyakit dalam, Anthony disarankan untuk datang ke psikiater khususnya yang bergerak di bidang psikosomatik karena mungkin ada problem psikis yang melatarbelakangi keluhannya. Anthony sempat kesal karena saran itu, dia berkata, "Memangnya saya gila Dok?!". 

Hal itu dikarenakan dia merasa kehidupannya baik-baik saja. Bilapun ada masalah, Anthony memang cenderung lebih menyimpannya sendiri dan tidak pernah membicarakan dengan orang lain bahkan dengan istrinya sekalipun. "Saya memang biasa menyimpan apapun kekesalan dan kemarahan saya sendiri," ujarnya kepada dokter penyakit dalamnya. 

Keluhan Psikosomatik

Kasus seperti di atas sebenarnya sering ditemukan di praktek dokter umum dan spesialis. Pasien dengan keluhan fisik yang sangat banyak dan sering berganti-ganti setiap minggunya, biasanya datang pertama kali ke tempat praktek dokter umum atau dokter spesialis penyakit dalam.

Dokter biasanya akan memeriksa fisik pasien dengan keluhan seperti ini dan menyarankan beberapa tes penunjang. Tapi hampir tidak pernah ditemukan kelainan fisik yang mendasari keluhannya. Begitu juga dengan hasil tes penunjang seperti laboratorium, radiologi (rontgen, CT-Scan atau MRI) atau bahkan sampai endoskopi, tidak ditemukan kelainan pada pasien.

Bila sudah begini biasanya dokter umum atau spesialis lain akan merujuk pasien dengan keluhan seperti ini untuk datang ke psikiater supaya dapat dilakukan evaluasi lebih lanjut. Namun tentunya tidak mudah meminta pasien untuk menuruti saran ini. 

Beberapa di antaranya malah merasa bahwa dokternya tidak mampu mengobati dirinya. Selanjutnya pasien akan mencari dokter lain untuk mencoba mengobati 'penyakitnya' ini. Tidak heran pasien biasanya memiliki rekam medik yang sangat tebal dan mempunyai beberapa dokter sekaligus. 
Gangguan Kejiwaan

Dalam bidang kesehatan jiwa, gangguan psikosomatik sebenarnya termasuk dalam bagian gangguan somatoform. Gangguan ini ditandai dengan adanya suatu keluhan fisik yang berulang yang disertai dengan permintaan pemeriksaan medis, meskipun sudah berkali-kali dilakukan dan hasilnya normal. Setidaknya pun ada gangguan fisik maka gangguan tersebut berbeda atau tidak dapat menjelaskan keluhan yang dikemukakan pasien. Jelasnya gangguan psikomatik adalah gangguan fisik yang diakibatkan masalah-masalah kejiwaan.

Biasanya gejala ini ada hubungannya dengan konflik dan perkembangan psikologis dari pasien, namun pasien biasanya menolak gagasan adanya hubungan antara penyakit yang diderita dengan problem atau konflik kehidupannya. Bahkan bila ditemukan adanya tanda depresi atau kecemasan pada pasien, pasien tetap menolak adanya hubungan tersebut.

Gangguan ini juga sering ditimbulkan pada pasien dengan gangguan kecemasan yang sangat seperti pada gangguan panik. Gejala jantung berdebar sangat sering dikeluhkan oleh pasien gangguan panik. Selain itu juga sering mengalami sesak napas. Kondisi ini juga meresahkan pasien karena ketika diperiksa ternyata tdak terdapat kelainan dalam organ tubuh pasien. 

Apa Yang Harus Dilakukan ?

Pasien atau keluarga pasien yang mengalami hal ini dapat segera datang untuk bertemu dengan psikiater. Penjelasan tentang bagaimana mekanisme stres berpengaruh ke fungsi tubuh akan membantu pasien dalam memahami gangguan Psikosomatik yang dideritanya saat ini. 

Walaupun dalam pemeriksaan klinis dan penunjang tidak didapatkan keluhan, pasien dengan keluhan ini mengalami suatu disfungsi di sistem saraf pusat terutama di sistem saraf otonom dan jaras hipotalamus pituitary adrenal (HPA Axis). Kondisi ini telah diteliti oleh ilmuwan di Amerika Serikat dan memang berpengaruh terhadap kondisi kesehatan secara umum.

Pengobatan dengan pendekatan psikoterapi dan penggunaan obat dengan dosis yang tepat dan dalam jangka waktu tertentu akan membantu pasien menghadapi keadaan gangguan Psikosomatiknya dan akhirnya dapat berfungsi secara baik kembali.





Penulis
Dr. Andri, SpKJ 
Psikiater Bidang Psikosomatik Medis
Anggota The American Psychosomatic Society and The Academy of Psychosomatic Medicine
Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera, Tangerang


Psikosomatik Bukan Penyakit Medis Biasa

http://health.detik.com/read/2012/08/28/121941/2000875/763/psikosomatik-bukan-penyakit-medis-biasa


Jakarta, Orang masih sering banyak yang bertanya kepada saya apa sebenarnya yang dimaksud psikosomatik. Bahkan mahasiswa saya yang belum mengikuti kuliah khusus di topik ini pun sering bertanya apa yang ditangani pada pasien psikosomatik. Orang juga sering bertanya apa benar ada hubungan antara gangguan jiwa dengan terjadinya gangguan medis.

Psikosomatik sebenarnya lebih merujuk pada suatu kondisi keluhan fisik (somatik) yang disebabkan karena faktor psikologis. Psikosomatik bisa dijelaskan secara rinci namun juga bisa dijelaskan secara sederhana.

Apa yang menjadi keluhan pasien yang merupakan keluhan fisik disebabkan karena mekanisme sistem otak yang terkait dengan sistem saraf otonom, sistem hormonal di otak (neuroendokrin) dan juga sistem kimiawi otak (kerja neurotransmitter).

Jadi keluhan fisik itu tidak muncul tiba-tiba dan bisa dijelaskan dengan gamblang melalui mekanisme sistem di otak manusia.

Tidak heran keluhan-keluhan fisik pada pasien yang mengalami psikosomatik biasanya sering kali mengenai 4 sistem yang berkaitan dengan kerja sistem saraf otonom yaitu sistem jantung dan pembuuh darah, sistem pencernaan, sistem pernapasan dan satu lagi yang tidak berkaitan adalah sistem muskuloskeletal (otot dan rangka).

Empat tahun mendirikan klinik psikosomatik khusus yang menangani kasus-kasus psikosomatik membuat saya berkesempatan menangani berbagai macam kasus psikosomatik yang tingkatan keluhannya dan lamanya berbeda-beda.

Karakter pasien yang cemas dan mengalami banyak keluhan fisik adalah yang paling menonjol. Beberapa contoh kasus yang menarik misalnya :

Kasus I

Seorang laki-laki usia 40-an mengeluh dadanya sering terasa tidak nyaman, kadang seperti dicubit-cubit. Pasien juga suka mengatakan dirinya sering timbul perasaan melayang. Kesemutan dan terasa dingin di ujung-ujung kaki. Kalau berada di keramaian sering merasa ingin pingsan.

Pasien sudah mengalami hal ini sejak 6 bulan sebelum memeriksakan diri ke saya. Pasien sebelumnya sudah memeriksakan dirinya ke berbagai macam spesialis dan menjalani berbagai macam tes sampai CT-Scan jantung (MSCT) namun semua hasilnya baik.

Kasus 2

Seorang wanita usia 35 tahun yang telah 2 tahun ini merasa keluhan pegal-pegal dan nyeri di sekitar otot punggung. Pasien juga sering merasa was-was jika berada sendirian di rumah. Sering timbul keluhan-keluhan tidak nyaman di perut yang hilang timbul. Sudah memeriksakan ke berbagai dokter spesialis dan dilakukan pemeriksaan namun hasilnya baik-baik saja.

Salah satu hal yang biasanya dialami oleh pasien-pasien psikosomatik adalah mereka sering kali melakukan pemeriksaan ke banyak dokter dan melakukan tes-tes yang bermacam-macam untuk membuktikan hal apa yang mendasari keluhan fisiknya. Sayangya sering kali hal yang didapat tidak memuaskan pasien.

Dengan sistem pembayaran yang kebanyakan ditanggung sendiri, pasien sering kali harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk melakukan berbagai macam pemeriksaan itu. Seringkali juga mempunyai banyak obat yang diresepkan oleh dokter-dokter yang dikunjungi sehingga sering membuat pasien bingung sendiri.

Selain itu juga pasien sering mengalami kesulitan untuk bekerja optimal dalam kehidupan sehari-hari. Inilah mengapa sebenarnya keluhan psikosomatik sangat membebani secara ekonomi dan kualitas hidup.

Psikosomatik Bisa Disembuhkan

Walaupun kesannya penyakit kronis, sebenarnya psikosomatik bisa disembuhkan. Hal yang perlu dipahami dulu adalah bahwa dasar dari kondisi psikosomatik ini adalah gangguan kejiwaan yang biasanya adalah gangguan cemas dan depresi.

Dokter mengobati penyakitnya bukan keluhannya saja. Inilah mengapa sebenarnya pasien harusnya diobati gangguan dasarnya bukan hanya diberikan obat-obat untuk meringankan keluhannya.

Kalau hanya diberikan obat-obat untuk meringankan keluhannya saja, maka kondisi ini tidak akan mendapatkan perbaikan yang diinginkan.

Selain obat, pasien juga akan diajarkan bagaimana cara mengatasi keluhan-keluhan yang berkaitan dengan psikosomatiknya.

Pasien akan diajak memahami bagaimana kondisi psikosomatik bisa terjadi padanya dan bagaimana mengatasi kondisi-kondisi stres kehidupan yang terkait dengan keluhan psikosomatiknya.

Penanganan yang menyeluruh dan paripurna akan membuat keluhan psikosomatik bisa disembuhkan. Salam Sehat Jiwa.

Penulis
dr Andri, SpKJ
Psikiater Psikosomatik Medis
Anggota The Academy of Psychosomatic Medicine
Anggota The American Psychosomatic Society
Anggota The European Association of Psychosomatic Medicine
Klinik Psikosmatis RS Omni Alam Sutra Jakarta
Mengajar Psikiatri di Fakultas Kedokteran UKRIDA

Psikosomatik, Gangguan Psikis Masyarakat Perkotaan

http://www.indosiar.com/ragam/psikosomatik-gangguan-psikis-masyarakat-perkotaan_75167.html

indosiar.com - Andi akan menjalani interview pekerjaan baru di salah satu perusahaan multi nasional. Sebelum menjalani interview, Andi merasakan perutnya melilit dan badan keringat dingin. Akibatnya, ia merasa tidak tenang selama diwawancara. Lain lagi Ani. Sehari sebelum sidang skripsi di universitasnya, kepalanya pusing dan migrain. Bahkan sebelum masuk ruang sidang, ia bolak balik ke kamar kecil seperti ingin buang air kecil.

Kenapa terjadi seperti itu ? Tanpa sadar, otak kita terbebani dengan pikiran mengenai kegiatan yang akan kita lakukan itu. Misalnya kita takut akan mengalami rintangan atau akan ada masalah, sehingga menimbulkan stress dan alam bawah sadar tidak bisa menerima tekanan itu, sehingga terjadilah hal seperti diatas.

Pusing, keringat dingin, tangan basah, sakit perut dan melilit akibat pikiran, merupakan gejala dari psikosomatik. Gejala penyakit ini banyak terjadi pada wanita dan pria mulai dari usia remaja sampai dewasa, bahkan lanjut usia.

Di wilayah perkotaan atau kota-kota besar, kasus gangguan psikosomatik cukup tinggi. Berdasarkan survei Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta, dari survei yang dilakukan terhadap 1.639 responden dari lima wilayah DKI Jakarta selama 2006, angka kejadian ansietas (kecemasan) pada masyarakat DKI Jakarta mencapai 39,8% dan kejadian depresi sebesar 28,4%.

Keluhan depresi dan ansietas, menurut hasil survei tersebut, lebih banyak ditemukan pada responden perempuan. Tingginya gangguan psikosomatik pada masyarakat perkotaan antara lain disebabkan oleh perubahan gaya hidup serta perubahan kultur dan budaya yang mengikuti perkembangan perkotaan.

Apa psikosomatik itu ?
Psikosomatik berasal dari kata Psyche yang artinya jiwa, dan soma yang artinya badan. Jadi psikosomatik adalah gangguan kesehatan yang berkaitan dengan jiwa dan badan.
Para penderita psikosomatik, umumnya mengeluhkan gangguan yang berkaitan dengan sistem organ, seperti :

1. Kardio-vaskuler: keluhan jantung berdebar-debar, cepat lelah
2. Gastro-intestinal: keluhan ulu hati nyeri, mencret kronis
3. Respiratorlus: keluhan sesak napas, asma
4. Dermatologi: keluhan gatal, eksim
5. Muskulo-skeletal: keluhan encok, pegal, kejang
6. Endokrinologl: keluhan hipertiroidi, hipotiroidi, dismenorea
7. Urogenital: kehuhan masih ngompoh, gangguan gairah seks
8. Serebro vaskuler: keluhan pusing, sering lupa, sukar konsentrasi, kejang epilepsi.
Selain itu, masalah kejiwaan yang menyertainya yaitu gejala anxietas dan gejala depresi.


Penanganan Psikosomatik
  • Untuk keluhan psikosomatik ini, dokter biasanya tidak hanya melakukan pengobatan terhadap gejalanya dengan memberi obat, tetapi juga terhadap kejiwaannya, misalkan dengan memberikan kepercayaan dan keyakinan.
  • Mencari tahu penyebab terjadi psikosomatik, misalnya dengan melihat faktor keluarga atau orang tua, karena orang terdekat bisa menjadi sumber penyebab atau bisa menjadi sumber terapi.
  • Pola hidup yang baik seperti olah raga, makan makanan yang sehat dan teratur.
  • Meningkatkan ibadah atau meluangkan waktu untuk relaksasi diri.(berbagai sumber/Ijs)

Bagaimana "Melawan" Psikosomatik?

http://health.kompas.com/read/2012/06/27/17223142/Bagaimana..Melawan..Psikosomatik
Penulis : Dr. Andri, Sp.KJ | Rabu, 27 Juni 2012 | 17:22 WIB



KOMPAS.com - Pasien dengan gangguan psikosomatik dan segala gejala fisik yang dialami mereka sering menanyakan kepada saya bagaimana melawan psikosomatik ini. Pasien merasa keluhan-keluhan fisik yang tidak jelas sumbernya ini sulit dilawan dengan apapun juga. Pikiran positif yang disarankan oleh banyak orang sering kali sulit diterapkan oleh pasien dan ini terkadang malah semakin membuat pasien merasa tertekan dan malah memperberat keluhannya.
Memang tidak mudah berpikir positif jika mengalami gangguan psikosomatik. Pasien sering kali mengeluhkan orang-orang di sekitarnya bahkan keluarga yang sepertinya tidak mampu mengerti apa yang dialami pasien. Jangankan orang awam, bahkan dokter sendiri pun banyak yang tidak memahami dan "menggampangkan" bahwa psikosomatik itu sebenarnya cukup dilawan dengan pikiran positif saja. Lalu mengapa sulit buat pasien berpikir positif atau santai seperti yang disarankan?
Otak Pabrik Utama
Otak adalah pabrik dari segala macam bentuk perasaan, pikiran dan perilaku manusia. Apa yang kita rasakan, kita lakukan dan kita pikirkan adalah hasil dari produksi otak. Keseimbangan dalam sistem otak ini perlu dijaga agar semuanya tetap dalam kondisi seimbang. Lalu bagaimana jadinya jika otak ini mengalami ketidakseimbangan? Maka bisa dipastikan produksinya pun kurang baik.
Tidak heran jika gangguan jiwa yang merupakan hasil dari ketidakseimbangan otak akan membuat pikiran, perilaku dan perasaan orang menjadi tidak nyaman, mengarah tidak normal bahkan berbeda dari pada umumnya. Kondisi ini yang membuat respon otak yang baik tidak tercapai.
Bagaimana caranya membuat suatu "pikiran positif" jika otak yang memproduksi pikiran itu sedang dalam kondisi tidak baik? Tidak heran banyak pasien yang mengatakan ketika dia sedang mengalami kecemasan dan depresi, dia mengalami kesulitan untuk berdialog dengan Tuhan lewat doa dan sembahyang. Ada perasaan tidak nyaman yang dialami oleh pasien sehingga membuat dirinya tidak bisa "masuk" dalam kekhusukan dan doa.
Obati Otaknya
Maka jalan yang ditempuh untuk memperbaiki ketidakseimbangan yang menyebabkan gangguan psikosomatik adalah memperbaiki sistem otak yang terlibat. Berbagai cara bisa dilakukan baik dari segi pemakaian obat psikofarmaka dan psikoterapi. Pemakaian obat diperlukan untuk memperbaiki sistem otak yang sudah mengalami kendala dalam pekerjaannya.
Fungsi dari obat adalah untuk memperbaiki dan menyeimbangkan sistem di otak tersebut. Setelah otak mulai seimbang maka terapi kognitif yang biasanya dilakukan pada proses psikoterapi dapat lebih mendapatkan tempat dalam alam pikiran dan perasaan pasien. Banyak pasien yang bersikeras untuk tidak makan obat. Ada juga beberapa dokter yang tidak menyarankan penggunaan obat. Ketergantungan adalah salah satu yang ditakuti.
Sebenarnya obat digunakan kepada pasien adalah untuk membuat tercapainya keseimbangan itu. Proses pemberian obat memfasilitasi perbaikan sehingga ketika sudah baik yang ditandai dengan gejala subyektif pasien yang merasakannya, maka obat bisa dikurangi bahkan dihentikan. Terapi jenis lain yang sering disarankan adalah meditasi (mindfulness therapy). Hal ini biasanya dilakukan dengan memperhatikan dan berkonsentrasi pada jalan masuk keluar nafas. Terapi kombinasi antara obat dan psikoterapi termasuk meditasi adalah suatu cara yang mampu "melawan" psikosomatik.
Semoga bermanfaat,
Salam Sehat Jiwa

Sunday, November 4, 2012

Warn patients that generic pills look different

http://www.kevinmd.com/blog/2012/11/warn-patients-generic-pills.html
by  on November 4th, 2012in MEDS


Generic formulations of drugs using active pharmaceutical ingredients are an immense cost savings to patients and healthcare systems.
On the other hand, questions remain as to whether generics are truly equivalent to brand name pharmaceuticals. Are the pharmacokinetics the same? Are they bioequivalent? While this is a difficult topic to research clinically, I would argue that the vast majority of brand name and corresponding generic drugs are indeed equivalent (though there may be some rare exceptions).
That said, there is a hidden danger about switching your patient from brand name pharmaceutical to a generic that you may not have considered: the pill will look different.
When I started my medical training, I made certain blanket assumptions about how patients used medications. I assumed that they read the pill bottle, both the drug name and the dose, and obediently followed the many labels affixed to the bottle by the pharmacist. I found little evidence to the contrary, initially, but I soon started to get rather unexpected questions that made me question this assumption.
For example, when I would take medication histories, patients quite often forgot the name of the drug they were taking. They asked me, “what’s the orange oval pill?” or “I take a really small pill for my thyroid” followed by a hand gesture meant to approximate the size to the pill. This happened so often that I needed an app, similar to a PDR, that helped me identify pills based on color, shape, and size (this data was never covered in medical school). I later found that people have unusual methods for remembering how to take their medicines day-to-day and week-to-week. The complexity of the ritual increases with the number of prescribed and over-the-counter medicines.
My difficulties with this issue are certainly anecdotal. There is not a lot of data describing this problem—but there is some. Researchers from Tel Aviv University published a study that focused on errors that arose from substituting therapeutic equivalents. Based on responses to a questionnaire, 81% of physicians and 70% of pharmacists recalled patients having problems of “uncertainty, confusion, misidentification, and mainly cases of medication mistakes” with therapeutic equivalents. While this study does not fully describe the degree, scope, or severity of the problem, it certainly raises it as an important issue. Plus it tells me I’m not alone.
Fortunately there is a simple, inexpensive fix for the problem. In fact, it is free. Warn the patient that the generic pill will be different when you make the switch. You do not need to tell them the shape, the color, or the size of the new pill; just tell them that it will be different. I look at it from the physician’s perspective, but it is also the pharmacist’s responsibility. Both professionals need to add that one sentence to their patient instruction spiel. The risk? Perhaps you may appear to be insulting the intelligence of your patients, but that is a small price to pay for clarity.
Michael Todd Sapko is a medical writer and consultant. He writes for Healthline.com.