Seksualitas
Minggu, 30 Maret 2008 - 11:35 wib
Chaerunnisa - Okezone
JANGAN terlalu percaya jika ada pria yang mengoceh jago melakukan aktivitas seksual, karena biasanya justru dalam hal seks, pria tersebut lebih pintar berteori daripada praktik. Padahal seks merupakan bagian penting dalam cinta dan hubungan kasih sayang antarpasangan atau suami istri. Mengenai hal itu, Dr. I. Putu Gede Kayika, SpOGK, membenarkannya."Memang antara teori dan praktik itu harus benar-benar dibuktikan. Pada kenyaataannya, antara teori dan praktik itu belum tentu sama, tapi bisa jadi kebalikannya," kata ketua Asosiasi Seksologi Indonesia ketika dihubungi okezone melalui telepon genggamnya, Minggu (30/3/2008).
Berdasarkan alasan tersebut, lanjut dokter dari Rumah Sakit Mitra Internasional Jatinegara dan RSCM itu, dapat disimpulkan bahwa belum tentu ada korelasi yang selalu sesuai. Meski demikian, umumnya perilaku tersebut berkaitan dengan pengetahuan seseorang.
"Kalau pengetahuannya bagus, maka praktiknya bagus. Karena biasanya mereka yang secara teori jago, dalam mempraktikannya pun pasti akan bagus. Tapi, tetap didukung dengan kondisi-kondisi yang lain," jelas dokter lulusan Universitas Indonesia yang mengambil gelar dokter spesialis di almamaternya itu.
Ditambahkan olehnya, bila seorang pria memiliki teori yang bagus, tapi belum punya pasangan atau pasangan yang tidak mendukung, pasti tidak akan bisa mempraktikan seks. Demikian pula bila dia punya teori yang bagus, tapi adat istiadat di sekitarnya tidak mendukung, sehingga dia tetap tidak akan bisa mempraktikan seks.
Akibatnya, sambungnya, mereka lebih sering menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berfantasi seksual. Bahkan, dalam kesempatan yang tidak tepat sekalipun.
"Memang pada akhirnya mereka yang tidak dapat mewujudkan seks akan berfantasi seksual. Misalnya mereka menginginkan aktivitas yang dalam bayangannya dapat diwujudkan tetapi ada faktor lain yang sulit untuk membantu dia melakukan hal tersebut, sehingga wajar bagi mereka untuk melakukan fantasi seksual," terang pria ramah ini.
Nah, kalau fantasi seksual itu muncul hanya sekali-kali sebagai bagian dari selingan tidak akan menjadi masalah. Tapi kalau sudah menjadi keharusan sampai ada kewajiban untuk mewujudkannya, maka hal itu sudah menjadi gangguan.
"Karena setelah berfantasi seksual seharusnya dapat disalurkan, tetapi karena tidak bisa berdasarkan akibat dari suasana yang lain. Maka berfantasi itu jadi hanya sekadar menghayalkan seks," beber staf pengajar Fakultas Kedokteran UI dan Pasca Sarjana UI khusus untuk kajian wanita itu.
Kalau seseorang sudah dalam tahap seperti itu, maka dari sisi psikologis dia telah bermasalah. Karena biasanya kecenderungan mereka memberi keharusan agar fantasinya tersebut harus diwujudkan.
"Kalau pada tahap seperti ini, maka seseorang wajib untuk segera mencari bantuan dengan datang ke pakarnya baik androlog atau psikolog untuk membantu kelainan jiwanya," imbuhnya mengakhiri pembicaraan. (mbs)
No comments:
Post a Comment