http://www.gatra.com/kesehatan/73-kesehatan/13560-gaya-pengasuhan-ayah-dan-ibu-memang-beda
Jakarta - Orangtua mungkin tidak menyadari, sebenarnya gaya pengasuhan antara ayah dan ibu berbeda. Hal ini dikarenakan, pada dasarnya gender laki-laki dan perempuan berbeda, baik dalam pola kehidupan, latar belakang maupun pekerjaannya. Namun begitu, keduanya tetap harus sinergis dalam membangun kehidupan anak.
Roslina Verauli, psikolog dari Universitas Tarumanegara, dalam Konferensi Keluarga Cerdas, di JIExpo, Jakarta, Sabtu (2/6), menjelaskan, gaya pengasuhan ibu, sangat cocok kepada bayi karena memiliki sifat yang lebih afeksi dan perasaan, yaitu hingga usia 6 tahun ke atas. Selebihnya, ibu tetap boleh memberikan kasih sayang dan perhatian, tetapi caranya berbeda dengan sebelumnya, dan membiarkan ayah lebih berperan.
“Sampai di atas umur 6 tahun, peranan ibu harus sudah mulai dikurangi. Berikutnya, biarkan ayahnya yang terlibat. Namun, tetap harus diingat bahwa keduanya harus terlibat secara aktif. Ibu tetap boleh memberikan perhatian, tapi caranya beda, misalnya dengan mengecek cara belajar anak,” ujar Vera.
Selanjutnya, Vera menjelaskan bahwa perbedaan pada gaya ayah dan ibu sangat wajar, mengingat pada bapak-bapak, secara fisik memang lebih kuat dari ibu-ibu. Selain itu, secara umum bapak-bapak adalah breadwinners (pencari nafkah, Red.) dalam keluarga.
“Karena itu, sebetulnya hasrat berprestasi pada anak justru ditumbuhkan hubungan interaksi anak dengan bapaknya, misalnya ketika ayah dan anak sedang bermain games, mapun permainan lainnya. Ada hasrat tersendiri bagi anak untuk berprestasi di depan ayahnya,” ujar Vera.
Vera menambahkan, selain bermain, hubungan ayah dan anak ini juga harus didorong oleh adanya komunikasi dan diskusi mengenai visi dan misi tentang kehidupan. Ayah, harus membantu anak menentukan visi dan misinya.
“Ajak anak ke kantor ayahnya, kemudian, biarkan ia melihat bagaimana ayahnya mempu menyelesaikan suatu masalah dan mengambil keputusan. Sehingga, anak dapat belajar banyak tentang kehidupann dan visi ke depan,” jelasnya.
Tambahnya, dengan cara bermain kasar dan keras, anak-anak mampu tumbuh perasaan kompeten dan mampu menyelesaikan sesuatu, sehingga timbul percaya diri.
Namun, Vera menjelaskan bahwa ayah dan ibu tetap memiliki peranan ayng sama besarnya dalam membangun anak. Kalau ayah lebih ke[ada membangun visi dan misi, dan menumuhkan kompetensi dan percaya diri. Ibu lebih kepada memberikan kasih sayang, sentuhan, memeluk , memberikan contoh kasih sayang, ataupun mengajak anak ngobrol.
Ia menambahkan, apabila ada orangtua yang bergerak sendiri (single parent, Red.), atau salah satu dari pasangannya bekerja di tempat yang jauh, maka orangtua yang terdekat dengan anak, dapat memberikan figur maupun sosok pengganti agar anak-anak tetap memiliki figur yang jelas.
“Misalnya, apabila sang ayah bekerja di pengilangan minyak yang hanya pulang setahun sekali, maka sang ibu boleh mencarikan figur dari orang terdekat lain seperti om maupun kakek dari sang anak. Sehingga sang anak tetap mendaptkan figur seorang laki-laki,” ujar Vera.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment